Banda Aceh- Ratusan rakyat Aceh Darussalam memperingati 477 Tahun Hubungan Persaudaraan Aceh Darussalam - Turkey yang diadakan di Komplek Makam Tgk Dibitai dan Syuhada Tentara Kesultanan Turki Utsmani (Perkampungan Aceh-Turki/Ma'had Askar),Gampong Bitai, Banda Aceh pada Rabu, 10/08/2016 yang dimulai dari pukul 08:00 wib hingga siang hari, dalam acara tersebut turut dihadiri oleh Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah alumni Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga yaitu Tu Bulqaini Tanjongan dan para sejarawan, Keturunan Turky-Aceh Darussalam, dan Rakyat Turky.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2mIh3WfxQp1mns_j7uNLulPG1DqJacYgDYLu8ACMGircscOBwAaH-JOI2R4rGvLyVKC4P2LOiYimnUqAqBqwOPvPHkzLFy5Yua3dkBDeHEEaH1zKzuXwrKCHqBkc0eYocTCI2yOF_lBo/s400/13886270_1213787108654657_2928949116714580903_n.jpg)
Foto: Acara memperingati Hubungan Aceh Darussalam-Turkey pada Rabu, 10/08/2016 (Dok: Abi Mas'ud)
Foto: Acara memperingati Hubungan Aceh Darussalam-Turkey pada Rabu, 10/08/2016 (Dok: T Muhammad)
Kisah yang terikat erat dalam kesatuan aqidah yang kuat, itulah hubungan Aceh Darusalam dengan kekhalifahan Islam Turki Ustmaniyah. Adalah sebuah arsip Utsmani berisi petisi Sultan Alaiddin Riayat Syah kepada Sultan Sulayman Al-Qanuni, yang dibawa Huseyn Effendi, membuktikan jika Aceh mengakui penguasa Utsmani di Turki sebagai kekhalifahan Islam.
Kisah yang terikat erat dalam kesatuan aqidah yang kuat, itulah hubungan Aceh Darusalam dengan kekhalifahan Islam Turki Ustmaniyah. Adalah sebuah arsip Utsmani berisi petisi Sultan Alaiddin Riayat Syah kepada Sultan Sulayman Al-Qanuni, yang dibawa Huseyn Effendi, membuktikan jika Aceh mengakui penguasa Utsmani di Turki sebagai kekhalifahan Islam.
Pemakaman Tentara Turky yang ada di Negara Aceh Darussalam
Makam Sulthan Selim II
Makam Tgk Syik di Bintai, Banda Aceh
Artileri dan bala tentara bantuan Turki diberikan pada Aceh Darussalam
Sultan Sulayman Al-Qanuni wafat pada 1566 M digantikan Sultan Selim II yang segera memerintahkan armada perangnya untuk melakukan ekspedisi militer ke Aceh Darussalam. Sekitar bulan September 1567 M, oleh Laksamana Turki di Suez, Kurtoglu Hizir Reis, diperintahkan berlayar menuju Aceh Darussalam membawa sejumlah ahli senapan api, tentara, dan perlengkapan artileri.
Pasukan ini oleh Sultan diperintahkan berada di Aceh Darussalam selama masih dibutuhkan oleh Sultan Aceh Darussalam. Walau berangkat dalam jumlah amat besar, yang tiba di Aceh Darussalam hanya sebagiannya saja, karena di tengah perjalanan, sebagian armada Turki dialihkan ke Yaman guna memadamkan pemberontakan yang berakhir pada 1571 M.
Armada Kapal Turky di Pelabuhan Aceh Darussalam
Habib Abdurrahman
Sementara di Aceh, kehadiran armada Turki disambut meriah. Oleh Sultan Aceh Darussalam menganugerahkan Laksamana Kurtoglu Hizir Reis sebagai gubernur (wali) Nanggroe Aceh Darussalam, utusan resmi Sultan Selim II yang ditempatkan di wilayah tersebut. Pasukan Turki tiba di Aceh secara bergelombang (1564-1577) berjumlah sekitar 500 orang, namun seluruhnya ahli dalam seni bela diri dan mempergunakan senjata, seperti senjata api, penembak jitu, dan mekanik. Dengan bantuan tentara Turki, Kesultanan Aceh menyerang Portugis di pusatnya Malaka.
Setelah kemenangan didapat, agar aman dari gangguan para perompak lalu Turki Ustmani juga mengizinkan kapal-kapal Aceh mengibarkan bendera Turki Utsmani di kapalnya. Laksamana Turki untuk wilayah Laut Merah, Selman Reis, dengan cermat terus memantau tiap pergerakan armada perang Portugis di Samudera Hindia. Hasil pantauannya itu dilaporkan Selman ke pusat pemerintahan kekhalifahan di Istanbul, Turki.
Pertempuran sengit.
Salah satu bunyi laporan yang dikutip Saleh Obazan sebagai berikut:
“Portugis juga menguasai pelabuhan (Pasai) di pulau besar yang disebut Syamatirah (Sumatera). Dikatakan, mereka mempunyai 200 orang kafir di sana (Pasai). Dengan 200 orang kafir, mereka juga menguasai pelabuan Malaka yang berhadapan dengan Sumatera. Karena itu, ketika kapal-kapal kita sudah siap dan, in sya Allah, bergerak melawan mereka, maka kehancuran total mereka tidak akan terelakkan lagi, karena satu benteng tidak bisa menyokong yang lain, dan mereka tidak dapat membentuk perlawanan yang bersatu.”
Namun Portugis tetap sombong. Raja Portugis Emanuel I dengan angkuh berkata, “Sesungguhnya tujuan dari pencarian jalan laut ke India adalah untuk menyebarkan agama Kristen, dan merampas kekayaan orang-orang Timur”. Itu semua terkait dengan Perang Salib.
Armada Laut Aceh Darussalam menghancurkan kapal Portugis
Sementara utusan yang bernama Huseyn Effendi yang fasih berbahasa Arab. Ia datang ke Turki setelah menunaikan ibadah haji. Pada Juni 1562 M, utusan Aceh tersebut tiba di Istanbul untuk meminta bantuan militer Utsmani guna menghalau Portugis. Di perjalanan, Huseyn Effendi sempat dihadang armada Portugis. Setelah berhasil lolos, ia pun sampai di Istanbul yang segera mengirimkan bala-bantuan yang diperlukan, guna mendukung Kesultanan Aceh membangkitkan izzahnya sehingga mampu membebaskan Aru dan Johor pada 1564 M.
Dalam peperangan di laut, armada perang Kesultanan Aceh terdiri dari kapal perang kecil yang mampu bergerak dengan gesit dan juga kapal berukuran besar. Kapal-kapal dari yang berukuran 500 sampai 2000 ton. Sedangkan kapal-kapal besar dari Turki yang dilengkapi meriam dan persenjataan lainnya dipergunakan Aceh untuk menyerang penjajah dari Eropa yang ingin merampok wilayah-wilayah Muslim di seluruh Nusantara. Aceh benar-benar tampil sebagai kekuatan maritim yang besar dan sangat ditakuti Portugis di Nusantara karena mendapat bantuan penuh dari armada perang Turki Utsmani dengan segenap peralatan perangnya.
Kemudian pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), di mana Kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa kegemilangan, juga pernah mengirimkan satu armada kecil terdiri dari tiga kapal, menuju Istanbul. Rombongan ini tiba di Istanbul setelah berlayar selama 12 tahun setengah lewat Tanjung Harapan. Ketika misi ini kembali ke Aceh, mereka diberi bantuan sejumlah senjata, dua belas penasehat militer Turki, dan sepucuk surat yang merupakan sikap resmi Kekhalifahan Utsmaniyah yang menegaskan bahwa antara kedua Negara Islam tersebut merupakan satu keluarga dalam Islam.
Tentara Aceh Darusalam dalam pertempuran lawan Portugis di bibir pantai Krueng Raya, Aceh Besar Kedua belas pakar militer itu diterima dengan penuh hormat dan diberi penghargaan sebagai pahlawan Kerajaan Islam Aceh. Mereka tidak saja ahli dalam persenjataan, siasat, dan strategi militer, tetapi juga pandai dalam bidang konstruksi bangunan sehingga mereka bisa membantu Sultan Iskandar Muda dalam membangun benteng tangguh di Bandar Aceh (Kuta Radja) dan istana Kesultanan.
Kesultanan Aceh mendapat keistimewaan untuk mengibarkan bendera Turki Utsmani pada kapal-kapalnya sebagai tanda hubungan erat keduanya. Juga dampak dari keberhasilan Khilafah Utsmaniyah menghadang armada Salib Portugis di Samudera Hindia tersebut amatlah besar.
Di antaranya mampu mempertahankan tempat-tempat suci dan rute ibadah haji dari Asia Tengg ara ke Mekkah; memelihara kesinambungan pertukaran perniagaan antara India dengan pedagang Eropa di pasar Aleppo, Kairo, dan Istambul; dan juga mengamankan jalur perdagangan laut utama Asia Selatan, dari Afrika dan Jazirah Arab-India-Selat Malaka-Jawa-dan ke Cina. Kesinambungan jalur-jalur perniagaan antara India dan Nusantara dan Timur Jauh melalui Teluk Arab dan Laut Merah juga aman dari gangguan. (yma) & (sm).
0 Response to "SPESIAL 477 TAHUN ACEH DARUSSALAM DAN TURKY DUA KEKUATAN ISLAM SAAT INI"
Posting Komentar